Ambon, gardamaluku.com, — Kepolisian Daerah Maluku menetapkan mantan camat Taniwel Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) berinisial RMM jadi tersangka kasus pelecehan seksual.
RMM juga dimasukan sebagai daftar pencarian orang (DPO) dengan nomor: DPO/03/XI/2023/Ditreskrimum Polda Maluku tanggal 03 November 2023.
Polda Maluku juga sudah mengamankan orang yang diduga ikut menyembunyikan RMM, bahkan telah ditetapkan sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Polda Maluku sangat serius menangani kasus ini, setiap orang sama di depan hukum, pelaku pidana harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, bahkan orang yang pernah menyembunyikan tersangka sudah diperiksa dan sudah jadi tersangka,”ujar Kabid Humas Polda Maluku AKBP Areis melalui keterangan tertulis, Rabu (24/7).
Aries juga menepis tudingan GMKI Kota Ambon terkait Polda Maluku tidak serius menangani perkara tersebut saat menggelar aksi unjuk rasa.
Ia bilang, Polda Maluku dan Polres Seram Bagian Barat sampai saat ini terus melakukan upaya penangkapan bahkan sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah Seram Barat terkait pemecatan yang bersangkutan.
Keluarga tersangka yang diduga ikut menyembunyikan DPO sempat melakukan upaya hukum atau praperadilan.
“Polisi di praperadilankan dua kali oleh keluarga tersangka (penetapan tersangka dan perbuatan melawan hukum), tapi kita hadapi sesuai aturan hukum, itu sudah resiko dalam penegakan hukum dalam membela keadilan bagi korban,”jelasnya.
Polda Maluku ini juga menepis isu bahwa ada kelurga pelaku yang juga bertugas sebagai anggota polisi mengintervensi kasus tersebut.
“Memang betul ada keluarganya anggota, tapi tidak ada kaitan dengan permasalahan, jadi tidak perlu ada isu-isu dan asumsi-asumsi, kalau ada intervensi, catat dan laporkan ke Polda, kita proses hukum anggota tersebut,”ucapnya.
Kepala Polda Maluku Irjen Pol Lotharia Latif sempat meminta kasus tersebut ditangani serius dan segera tangkap pelaku untuk diproses di pengadilan.
Ia mengaku, kasus tersebut sempat terkendala karena pelaku dan keluarga korban memutuskan untuk diselesaikan secara kekeluargaan.
Namun, pihak Polri memandang kasus asusila anak dibawah umur tersebut tetap diproses sesuai hukum yang berlaku. Ia bilang setiap kasus pidana penyelesaiannya pasti tidak sama tergantung situasi di lapangan, ada yang bisa dengan cepat sebelum 1×24 jam dapat diungkap tapi ada juga yang membutuhkan waktu yang agak lama karena kendala kendala di lapangan.
Polri mengimbau pelaku untuk menyerahkan diri dan selama DPO itu tidak dicabut sampai kapanpun. Polri akan mencari dan menangkap pelaku serta memprosesnya ke pengadilan.
Unjuk rasa Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) tak jadi masalah ditubuh Polri. Massa aksi disarankan untuk berkomunikasi dengan penyidik sehingga dapat dijelaskan dengan utuh tentang proses yang sedang berjalan dan upaya hukum yang telah dilakukan.
“Silahkan setiap saat dan kapanpun untuk komunikasi , bahkan kalau ada informasi sekecil apapun tentang pelaku bisa disampaikan kepada Polri, tapi jangan mengatakan kalau Polri tidak serius tangani hal tersebut. Masyarakat Maluku ini sekarang semakin cerdas dan kritis menilai aksi-aksi unjuk rasa yang dilakukan di lapangan,”pungkasnya.