Ambon, gardamaluku,com, — Demo penolakan RUU Pilkada di Gedung DPRD Maluku Puncak Karpan Ambon berlangsung ricuh. Kericuhan terjadi saat permintaan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pattimura untuk bertemu anggota DPRD dari partai koalisi KIM plus ditolak.
Pantauan gardamaluku,com di lokasi mahasiswa sempat terlibat saling dorong dengan pegawai yang bertugas di Gedung DPRD Maluku. Mahasiswa memaksa menerobos masuk karena permintaan untuk masuk berdiskusi dengan anggota DPRD dari koalisi gemuk KIM Plus namun terus diadang pegawai.
Pegawai beralasan menolak karena tidak ada satupun anggota DPRD Maluku di kantor. Massa aksi pun mendobrak pintu masuk yang bersebelahan dengan pintu masuk yang dijaga ketat pegawai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun aksi mereka lagi-lagi dihalau pegawai yang terus melakukan penghadangan. Massa aksi pun marah dan merusak hiasan Dirgahayu Provinsi Maluku yang terpasang di pintu utama Gedung DPRD Maluku.
Mereka juga sempat melempar kaca gedung DPRD Maluku dan melempari pegawai yang memberi perlawanan massa aksi yang menggelar demo penolakan RUU Pilkada.
Kericuhan sempat redah setelah aparat kepolisian Polresta Ambon dan Pulau-Pulau Lease yang tiba di lokasi sekitar puk 15:20 WIT. Mereka berjaga di pintu masuk gedung DPRD Maluku.
Koordinasi Aksi Radi Samalehu menilai anggota DPRD Maluku yang tergabung dalam koalisi KIM Plus becus karena tidak menemui massa aksi. Mereka lantas memberikan ultimatum kepada DPRD bahwa perjuangan mereka tidak berhenti hari ini namun ada perjuangan yang lebih besar untuk memboikot aktivitas Gedung DPRD Maluku.
“Kami memberikan ultimatum bahwa hari ini bukan akhir dari perjuangan namun ada perjuangan yang lebih besar untuk memboikot gedung DPRD Maluku,”ujarnya saat berorasi di Gedung DPRD Maluku, Rabu, (22/8) sore.
Massa aksi kemudian memutuskan untuk membacakan poin tuntutan dengan mosi tidak percaya kepada DPRD Maluku. Poin tuntutan itu dibacakan oleh koordinator aksi, Radi Samalehu.
Sebelumnya, Baleg menyepakati RUU Pilkada dalam rapat hari ini. RUU itu disetejui delapan dari sembilan fraksi di DPR. Hanya PDIP yang menolak.
Pembahasan RUU Pilkada dilakukan salam kurun dari tujuh jam. Baleg beberapa kali mengabaikan intrupsi dari PDIP.
Revisi UU Pilkada juga dilakukan sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024. Namun, DPRD tak mengakomodasi keseluruhan putusan itu.
Baleg DPRD mengesahkan beberapa perubahan dalam RUU Pilkada ini. Pertama terkait perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD.
Partai yang punya kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya.
Kemudian soal batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di pasal 7. Baleg memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) dibandingkan MK. Dengan demikian, batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih.
Hari ini, DPR akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dalam Rapat Paripurna besok. Badan Legislatif (Baleg) akan membawa hasil keputusan dalam rapat kemarin yang disepakati seluruh fraksi, kecuali PDIP.