Ambon, GardaMaluku.com– Kasus tanah keluarga Kolonel Pieters di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Ambon, menjadi studi objek yang membuka tabir dugaan praktik mafia tanah. Berdasarkan data resmi, lahan seluas 6.847 m² tercatat dalam Sertifikat Hak Milik No. 354. Namun, dari jumlah itu, 1.413 m² telah diganti rugi secara sah oleh Pemerintah Provinsi Maluku sejak tahun 1979, sebagaimana ratusan bidang tanah lain di sepanjang jalan tersebut.
Fakta kepemilikan ganda ini menunjukkan adanya indikasi permainan kotor oknum di tubuh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon yang mengaburkan arsip demi kepentingan pribadi. Hal ini menjadi sorotan dalam aksi gabungan tiga aliansi mahasiswa dan masyarakat, yakni DPC Garda NKRI Kota Ambon, Front Demokrasi Maluku, dan Koalisi Ambon Transparan, Jumat (19/9/2025).
Aksi bertajuk Bongkar Mafia Tanah itu digelar serentak di Kantor BPN Kota Ambon, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, dan Kantor Gubernur Maluku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aksi Bongkar Mafia Tanah
“Kami tidak bisa tinggal diam menyaksikan aset negara dirampas dengan terang-terangan. Negara seharusnya melindungi rakyat, bukan justru dicederai oleh aparat yang menyalahgunakan kewenangan,” tegas Mujahidin Buano, orator aksi.
Ia menegaskan, mafia tanah bukan sekadar praktik jual beli ilegal, melainkan kejahatan terorganisir yang merusak hukum, melemahkan kedaulatan negara, dan mengancam masa depan generasi.
Koordinator aksi, M. Jihad, menegaskan bahwa kasus Kolonel Pieters hanya dijadikan studi objek untuk membuktikan data resmi dan peta tata letak tanah di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman yang sejak 1979 telah diganti rugi oleh pemerintah daerah. “Sayangnya, ada oknum yang sengaja mengaburkan arsip demi keuntungan pribadi,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Muhammad Marasabessy, Koordinator Umum Front Demokrasi Maluku. Ia menyayangkan lemahnya kontrol pemerintah atas aset negara, sehingga membuka ruang permainan mafia tanah.
Tuntutan Aksi
Dalam aksinya, massa menyampaikan tuntutan kepada tiga lembaga utama. Untuk Gubernur Maluku, massa menuntut Bongkar praktik mafia tanah di Jalan Jenderal Sudirman dan amankan kembali aset negara. Selain itu mereka meminta Transparansi data aset dan penertiban sertifikat ilegal dan segera Evaluasi BPKAD dan Biro Hukum yang diduga lalai atau terlibat dalam penghilangan aset provinsi.
Untuk Kejaksaan Tinggi Maluku, massa menuntuut Bentuk Tim Khusus Pemberantasan Mafia Tanah, Periksa pejabat BPN Ambon yang terlibat penerbitan sertifikat bermasalah, Lacak aliran dana dan jejaring mafia tanah di Ambon. Lakukan penahanan terhadap pihak yang terbukti bersalah, tanpa pandang bulu.
Massa juga meminta Terapkan sita jaminan (blokir) atas lahan sengketa hingga proses hukum berkekuatan tetap dan Jadikan kasus mafia tanah Ambon sebagai prioritas nasional.
Sementara untuk BPN Kota Ambon, massa aksi meminta pertanggung-jawaban penuh atas penerbitan sertifikat ilegal. Mereka minta Buka data sertifikat bermasalah ke publik.
Mahasiswa dan masyarakat juga menuntut untuk segera copot pejabat pengukuran BPN Ambon yang tetap memerintahkan pengukuran meski ada larangan resmi. Batalkan seluruh sertifikat bermasalah dan lakukan evaluasi total jajaran struktural BPN Ambon dan terakhir, massa meminta Bangun sistem digitalisasi agraria yang transparan untuk mencegah mafia tanah.
Terpantau, selama aksi, aparat Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease melakukan pengawalan ketat. Massa kemudian menyerahkan surat tuntutan ke masing-masing lembaga dan membubarkan diri secara tertib.***