Ambon, gardamaluku.com– Suasana di Kantor Gubernur Maluku memanas ketika sekelompok orang yang mengatasnamakan tim relawan Wakil Gubernur datang dengan emosi tinggi dan menggunakan kata-kata kasar terhadap Gubernur Hendrik Lewerissa. Insiden tersebut dinilai mencederai marwah kepala daerah serta menodai etika berpolitik yang seharusnya dijaga pasca-pemilihan.
Pengurus Wilayah Generasi Muda Pembangunan Indonesia (GMPI) Maluku, Wandri Makasar, menyayangkan keras insiden tersebut dan menyebut tindakan tersebut tidak mencerminkan sikap seorang pemimpin atau tim yang seharusnya bekerja demi kesejahteraan rakyat.
“GMPI mengingatkan saudara AV agar tidak menggunakan pendekatan premanisme dalam mengatur proses birokrasi. Apa yang terjadi di Kantor Gubernur sangat memalukan. Jangan bawa nama relawan untuk menekan pemerintah meminta jatah kursi birokrasi,” ujar Wandri di Ambon, Minggu (31/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Wandri menambahkan, tim kampanye memiliki batasan tugas yang jelas, yaitu mengawal proses pemenangan selama masa kampanye. Namun, pasca-pelantikan, urusan birokrasi adalah ranah pemerintahan yang harus berjalan sesuai mekanisme, bukan dengan tekanan atau intimidasi.
“Preman bukan alat demokrasi. Kalau kalian datang bentak-bentak pejabat di kantor gubernur, itu bukan memperjuangkan hak, tapi mencoreng harga diri rakyat Maluku. Jangan merasa paling berjasa dalam kemenangan ini, karena yang berjuang bukan hanya kalian,” tegasnya.
Wandri bahkan menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk psikopatisme dalam politik.
“Gunakan preman, lalu bawa-bawa nama wakil gubernur? Ini bisa merusak citra AV sendiri. Politik ini bukan panggung kekuasaan pribadi, tapi tanggung jawab besar terhadap rakyat,” ucapnya.
Lebih lanjut, Wandri menyarankan agar Wakil Gubernur AV mencontoh sikap negarawan seperti yang ditunjukkan Wakil Gubernur Maluku Utara, Sarbin Sehe.
“Beliau tahu kapan harus bicara, tahu posisi dan tidak melampaui batas. Politik itu butuh kedewasaan, bukan ambisi berlebih,” tambah Wandri.
GMPI Maluku juga menegaskan bahwa Gubernur Hendrik Lewerissa selama ini terus menunjukkan sikap rendah hati dan menjauhi konflik dengan masyarakatnya.
“Pak Gubernur selalu minta maaf atas nama pemerintah, bahkan ketika Wakil Gubernur membuat pernyataan kontroversial soal sopi, soal pernyataan di bulan puasa, beliau tetap menjaga suasana tetap kondusif,” jelasnya.
Wandri mengakhiri dengan seruan tegas, kalau masih terus memaksakan kehendak dengan cara premanisme, jangan salahkan jika nanti aparat bertindak.
“Ini bukan era kekuasaan brutal. Ini era pelayanan dan tanggung jawab.” Pungkasnya.