Ambon, GardaMaluku.com– Penggerebekan puluhan karung berisi bahan kimia berbahaya Sianida oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku menguak dugaan praktik bisnis gelap yang menyeret dua oknum anggota kepolisian.
Seorang di antaranya bertugas di Polres Maluku Barat Daya, sementara lainnya disebut berasal dari Ditpolairud Polda Maluku.
Hartini, pemilik ruko yang menjadi lokasi penggerebekan, menegaskan bahwa Sianida tersebut bukan miliknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia mengaku hanya menjadi perantara dan tempat penitipan sementara, dengan tujuan barang itu dikembalikan kepada pemilik di Surabaya.
“Jumlah keseluruhan itu 300 karton. Yang digrebek itu hanya sisa. Saya bukan pembeli, bukan pemilik. Barang itu dititip untuk dikembalikan,” ujarnya melalui sambungan telepon, Kamis (25/9/2025).
Dalam keterangannya, Hartini menyebut nama seorang oknum polisi berinisial Eric (alias) yang bertugas di Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya, sebagai pihak yang pertama kali memintanya mencarikan Sianida di Surabaya pada 2023.
Transaksi awal gagal karena pembayaran tak kunjung dipenuhi. Namun, pada akhir 2024, Eric kembali memesan dengan memberikan uang muka. Sebanyak 300 karton Sianida pun dikirim ke Ambon pada Januari 2025, tetapi kemudian disita polisi.
Hartini mengaku sempat diminta menyerahkan sejumlah uang agar barang tidak disita. Ia menyebut lebih dari Rp100 juta sudah keluar, baik secara tunai maupun transfer, untuk memenuhi permintaan tersebut.
Barang kemudian sempat dikirim menggunakan dua truk menuju Pulau Buru, tetapi kembali dirazia di kawasan Tugu Pacul, Ambon.
Sianida itu lalu dititipkan di rumah seorang warga bernama Wahyudi, sebelum hilang sebagian besar. Hingga kini, dari total 300 karton, hanya 35 karung yang berhasil dikembalikan.
Hartini juga menyinggung keterlibatan seorang pria bernama Irvan (inisal) yang disebut sebagai rekan satu angkatan Eric.
Menurutnya, Irvan sempat meminta tambahan Rp30 juta dengan ancaman akan melaporkan barang tersebut ke Polres Buru bila tak dipenuhi.
“Saya ini terus diperas. Kalau ditotal, kerugian saya sudah hampir satu miliar rupiah,” ungkap Hartini.
Ia menegaskan akan membawa kasus ini ke Mabes Polri. Bukti-bukti berupa rekaman transaksi, termasuk video pertemuan di salah satu hotel di Ambon, disebut sudah disiapkan untuk dilaporkan.
“Semua bukti akan kami serahkan ke Mabes Polri. Saya hanya perantara, tapi malah jadi korban pemerasan,” tegasnya.***