Ambon, GardaMaluku.com– Melihat perkembangan dan polemik beberapa hari ini mengenai penangguhan penahanan Adam Rahayaan seolah-olah cacat prosudur dan salah digunakan.
Hal ini Mendapat tanggapan dari kuasa hukumnya, Salahuddin Hamid Fakaububun, Selasa (27/08).
Fakaubun ekaligus memberikan pencerahan agar publik tidak tersesat dan disesatkan karena pemberitaan yang hemat pihaknya tidak objektif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Yang Pertama soal penangguhan penahanan, penangguhan penahahan adalah hak dari seorang terdakwa dan itu dijamin dan di atur oleh KUHAP dan smua syarat penangguhan penahanan itu telah dipenuhi oleh Adam Rahayan,” ungkap Fakaubun.
Dia menjelaskan, defenisi penangguhan penahanan adalah upaya mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari masa tahanan atas permintaan yang yang bersangkutan sebelum batas waktu penahanannya selesai atau berakhir.
Kemudian Ketentuan penangguhan penahanan dimuat dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang menerangkan bahwa atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik, atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
“Yang kedua soal hak Politik seorang tersangka, terdakwa atau trrpidana apakah tidak diperbolehkan untuk maju sebagai kepala daerah, kalau kita melihat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor No. 71/PUU-XIV/2016. dalam putusannya, Mahkamah memberi penegasan bahwa terpidana atau terdakwa masih boleh mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah selama tindak pidana yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara, terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan, dan tindak pidana politik,” ungkap Hamid menjelaskan.
Kecuali, lanjut dia, terpidana atau terdakwa yang tindak pidananya ancaman hukuman penjara 5 tahun atau lebih dan tindak pidana korupsi, makar, teroris, mengancam keselamatan negara, memecah belah NKRI.
Fakaubun lanjut memaparkan, kemudian kita lihat PKPU Nomor 8 tahun 2024, tentang pencalonan Gunernur, Bupati/Walikota, Sebagai petunjukan teknis untuk pemilihan kepala daerah kami tidak menemukan satu pasal atau satu frasa di dalam PKPU ini untuk melarang seorang terpidana atau terdakwa untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah.
“Lantas pertanyaan apa yang dipanggar oleh klien kami?” ungkap Fakaubun mengendus.
Dan terakhir soal asas praduga tak bersalah.
Dikatakan, asas praduga tak bersalah, atau presumption of innocence adalah prinsip dasar dalam hukum pidana yang menyatakan bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sampai pengadilan menyatakannya bersalah.
Asas ini diatur dalam KUHAP, UU Kekuasaan Kehakiman, dan UU HAM. Misalnya asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 3 huruf c KUHAP yaitu: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Kemudian pasal asas praduga tak bersalah juga diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi:
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” terang dia menjelaskan.
Selain itu, UU HAM juga menjelaskan mengenai asas ini yaitu dalam Pasal 18 ayat (1) UU HAM, yang berbunyi:
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka melakukan tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Terakhir fakta persidangan 90% berbeda dengan yang dituduhkan kepada klien kami Adam Rahayaan, dan kami sadari sungguh kasus ini dipaksakan dan sengaja dimainkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengkriminalisasi beliau,” bebernya.
Sebagai penutup, Keliru dan salah bila kliem Adam Rahayaan dituduh salah menggunakan haknya untuk kepentingan politik, sebab pihkanya berjalan di diatas reel hukum bukan berlandaskan politik.***