Masohi, GardaMaluku.com— Menyongsong perhelatan tahunan Festival Pukul Sapu Mamala–Morela yang jatuh pada 8 Syawal, seruan damai dan imbauan keamanan kembali digaungkan oleh tokoh masyarakat di Maluku Tengah.
Di tengah meningkatnya ketegangan sosial di sejumlah wilayah, terutama di kawasan Jazirah Leihitu, ajakan untuk menjaga ketertiban dan memperkuat persaudaraan menjadi semakin relevan.
Festival Pukul Sapu, sebuah tradisi adat yang melibatkan pemuda dari Negeri Mamala dan Morela, telah lama menjadi simbol keberanian, sportivitas, dan penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur. Benturan fisik yang terjadi dalam arena adat ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan ekspresi budaya yang menjunjung tinggi perdamaian dan persaudaraan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Advokat muda sekaligus tokoh pemuda Jazirah Salahutu-Leihitu, Adri bin Ridwan Selan, S.H., menyerukan agar masyarakat menjadikan momentum festival ini sebagai ajang merawat harmoni, bukan memperuncing perbedaan.
“Kita perlu menjaga suasana aman dan tertib sebagai bentuk tanggung jawab bersama terhadap negeri ini. Provokasi, baik di dunia nyata maupun digital, harus kita lawan dengan kesadaran kolektif akan pentingnya persatuan,” ujarnya.
Adri juga mengajak seluruh lapisan masyarakat—tokoh agama, adat, pemuda, perempuan, hingga aparat keamanan—untuk bersama-sama menciptakan iklim sosial yang kondusif dan mendukung penuh pelaksanaan kegiatan budaya.
Salah satu poin penting yang disampaikan adalah larangan keras terhadap peredaran dan konsumsi minuman keras (miras) selama festival berlangsung. Menurutnya, miras kerap menjadi pemicu utama kerusuhan dan tindakan kekerasan yang merusak nilai-nilai sakral budaya.
“Kami meminta aparat Kepolisian dan TNI untuk melakukan razia intensif guna mencegah peredaran miras menjelang dan selama festival. Ini langkah krusial demi memastikan kegiatan berjalan aman dan damai,” tegasnya.
Seruan ini menegaskan kembali bahwa adat dan budaya memiliki kekuatan sebagai penyembuh luka sosial. Di tengah perbedaan dan potensi konflik, budaya menjadi jembatan yang menyatukan.
“Beta orang Maluku, beta cinta damai. Adat kuat, negeri selamat. Jauhi miras, jaga suasana. Bersama aparat, kita ciptakan keamanan,” tutupnya.
Festival Pukul Sapu bukan sekadar perayaan. Ia adalah denyut jantung kebudayaan Maluku—tempat harapan akan perdamaian dan persaudaraan terus tumbuh di tanah yang kaya akan nilai-nilai luhur.**”