GardaMaluku.com: Ambon, – Tambang Pasir, Air Salak Desa Nania, Petuanan Negeri Passo, Kecamatan Baguala, Kota ambon yang diketahui ilegal alias tidak memiliki ijin akhirnya diminta untuk tutup sementara.
Ketegasan ini disampaikan Ketua Komisi III DPRD Kota Ambon, Harry Putra Far Far, SH saat rapat dengar pendapat, Kamis (05/06/2024) di Baileo Rakyat Belakang Soya
Menurut Far Far, rapat tersebut digelar sebagai tindak lanjut dari kunjungan lapangan yang dilakukan komisi terhadap sejumlah lokasi pertambangan yang menjadi sorotan masyarakat, khususnya di wilayah Laha dan Waerheru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk nyata dari komitmen Komisi III untuk mengawal aspirasi masyarakat serta menjamin kepastian hukum bagi para pelaku usaha dan investor di Kota Ambon dan dari hasil peninjauan langsung di lapangan menunjukkan perbedaan mencolok antara dua lokasi yang dikunjungi.
“Untuk lokasi di Laha, kami pastikan seluruh aktivitas penambangan telah mengikuti prosedur perizinan yang berlaku. Ini adalah bentuk praktik usaha yang baik, dan kami akan terus mendorong agar pelaku usaha seperti ini mendapatkan kenyamanan dalam berinvestasi di Kota Ambon,” ungkapnya.
Sementara itu, situasi berbeda ditemukan di Waerheru. Menurut Harry, aktivitas penambangan di wilayah tersebut tidak memiliki izin resmi dan telah menimbulkan dampak lingkungan yang serius, termasuk pendangkalan sungai yang berisiko tinggi menimbulkan banjir saat musim hujan.
“Penambangan di Waerheru sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa izin. Sungai tersedimentasi, aliran air terhambat, dan ini sangat berbahaya. Oleh karena itu, kami rekomendasikan agar seluruh aktivitas penambangan di sana dihentikan sementara sampai ada tindakan lanjutan dan pemulihan lingkungan,” tegas Harry.
Rapat tersebut juga menghadirkan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mitra Komisi III, seperti Dinas PU, Dinas Lingkungan Hidup, dan akan segera menyertakan Dinas ESDM dalam pembahasan lanjutan. Langkah ini diambil agar proses perizinan, pengawasan, dan tata ruang ke depan dapat berjalan selaras, demi menciptakan Kota Ambon sebagai kota jasa yang ramah bagi investasi dan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Berdasarkan pantauan media ini saat rapat, ternyata pengelola tambang pasir dan galian c di Desa Waiheru, Ibrahim Parera mengakui kalau benar dirinya belum mendapat izin pengelolaan sejak mulai beroperasi tahun 2022 sampai sekarang.
Menyadari kesalahannya, Ibrahim Parera dengan terpaksa mengikhlaskan tambang tersebut untuk ditutup oleh Pemerintah, baik yang dikelola secara tradisional oleh penambang ataupun yang sudah menggunakan alat berat.
Sementara itu, sebagian besar Anggota Komisi III mengaku sangat perihatin melihat kondisi yang terjadi di Desa Waiheru maupun bersebelahannya dengan Dusun Air Salak Desa Nania.
Lantaran, kondisi sungai sudah terjadi pendangkalan yang cukup luar biasa akibat sedimentasi, kecilnya aliran sungai ditambah terjadi menurutnya debit mata air, akibat eksplorasi galian c secara sporadis.
Menyikapi itu, lanjut Far Far, Pemerintah tetap memperhatikan peluang peluang investor untuk mengelola Sumber Daya Alam, namun tetap pada koridor aturan yang berlaku di daerah ini.
Komitmen ini menjadi bagian penting dari upaya bersama mewujudkan visi Wali Kota Ambon dalam menjadikan Ambon sebagai kota yang manis, tertib, dan ramah untuk semua pihak.
“Kita ingin Ambon menjadi kota inklusif, nyaman bagi usaha dan investor, namun tetap menjaga keseimbangan lingkungan. Komisi III akan terus mengawal ini bersama pemerintah kota,” tutup Far Far. (Atick. T)