Buru, gardamaluku, — Vonia (43) warga Desa Grandeng, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, Maluku masih mengungsi di rumah tetangga setelah rumah tinggalnya hanyut diterjang luapan bendungan Waeapo yang dilaporkan jebol pada Jumat (5/7) sore.
“Masih mengungsi di rumah tetangga dekat rumah kades, kebetulan disitu masih sedikit aman, bantuan sembako sudah ada, dapat mie instan 20 bungkus, air mineral 20 botol dan beras 2 kg,”ujarnya saat dihubungi, Kamis, (18/7).
Vonia mengaku masih mengungsi karena rumah yang hanyut belum kunjung diperbaiki. Saat ini, ia masih berharap bantuan pemerintah terkait pembangunan rumah pengganti rumah yang hanyut setelah luapan bendungan Waeapo menyapu tempat tinggalnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Vonia bercerita saat bendungan jebol, ia dan sang ibu tengah berada di rumah. Mereka sedang mengatur dagangan sembako yang baru selesai belanja senilai Rp20 juta. Usai memberes barang dagangan kemudian ia memutuskan untuk tidur siang. Namun, ia sempat mendengar suara gemuru dari pegunungan. Ketika dicek ternyata banjir.
Vonia lantas masuk rumah dan menarik sang ibu untuk menyelamatkan diri ketika banjir setinggi satu meter mulai mengepung permukiman penduduk. Tak lama, rumah mereka hanyut terbawa banjir.
“Tiba-tiba air kencang datang, saya panggil ibu, kita kabur, kasih tinggal barang-barang hanyut, lemari 5 unit, kursi sopa hanyut, saya enggak pikir barang-barang asal saya dan ibu selamat, harta bisa dicari, kami langsung mengungsi,”ucapnya.
Ibu tiga anak itu berujar Bendungan Waeapo yang jebol dan menenggelamkan rumah-rumah penduduk itu sempat terjadi selama dua hari beturut-turut mulai Jumat (5/7) dan Sabtu (6/7). Warga sempat ketakutan karena selama dua hari mereka terkepung banjir bendungan Waeapo sambil diguyur hujan lebat.
Vonia meminta pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku segera menuntaskan proyek senilai Rp2,1 trilun tersebut agar warga bisa hidup dan tidak dibayangi ketakutan dengan bendungan di atas permukiman. Vonia juga mengaku selama berpuluhan tahun mendiami dataran Waeapo belum pernah diterjang banjir namun setelah bendungan Waeapo setinggi 72 meter banjir menerjang permukiman penduduk dan termasuk banjir terparah selama 2024.
Terpisah, Kepala Desa Grandengan Hariyono mengaku warganya bernama Vonia (43) tempat tinggal hanyut terbawa banjir saat bendungan Waeapo jebol. Saat ini, kata dia Vonia masih mengungsi di rumah keluarga.
“Rumahnya hanyut, satu rumahnya itu, dia mengungsi di rumah saudara di sebelah tanggul yang tidak terendam air,”katanya saat dikonfirmasi, Kamis (18/7).
Selain Vonia, ada sekitar 47 rumah tinggal di RT 08 RW 02, Dusun Indra Jaya, Desa Grandengan sempat terendam luapan bendungan Waeapo. Penghuni rumah sempat mengungsi di rumah keluarga dan sebagian mengungsi di desa tetangga bernama Wanakarta.
Mereka yang mengungsi rata-rata perempuan dan anak-anak, mereka berjumlah 47 kepala keluarga (KK) atau sekita enam puluh jiwa.
Ia bilang, tanggul saluran air yang dibangun di wilayah bagian timur perbatasan dengan desanya tak mampu menampung debit air sehingga kondisi air di tempat penampungan tanggul meninggi mencapai 50 centi meter sehingga meluap ke permukiman penduduk.
Ia mengaku desa yang terdampak parah akibat luapan Bendungan Waeapo terjadi di Desa Wailata dengan ketinggian air saat itu mencapai satu meter lebih. Namun ia mengklaim hingga saat ini warga yang sempat mengungsi sudah kembali ke rumah.
Ia mengaku dataran waeapo sempat diterjang banjir pada tahun 1986 dan tahun 2000. Namun diklaim banjir tahun 2024 merupakan banjir terparah.
“Jadi kalua mengenai hal ini memang waulllah hualam kalua masalah bendungan, namun hujan selama dua minggu sempat mengguyur pegunungan waepao tak pernah berhenti,”ujarnya.
Per Kamis (18/7), masyarakat Pulau Buru, Maluku, menggelar demo di Gedung Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku. Unjuk rasa itu terkait proyek Bnedungan Waeapo senilai Rp2,1 triliun jebol hingga menenggelamkan ratusan rumah penduduk.
Massa aksi yang tergabung dalam alinasi pemuda Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) datang ke Kantor BWS diadang apparat kepolisian dari Polresta Ambon, Pulau-pulau Lease, maupun Polsek Baguala. Peserta aksi berusaha menerobos pintu gerbang yang sudah digembok petugas keamanan.
Mobil komandi pun tertahan di luar gerbang. Massa aksi menggoyang pintu hingga menendang pagar yang tertutup rapat. Mereka meminta satpam segera membuka gembok pagar agar orator bisa menyampaikan aspirasinya di halaman Gedung. Namun satpam bersikeras menolak untuk membuka pagar.
Satpam berdalih seluruh pimpinan mulai dari Kepala Balai Wilayah Sungai, Kepala Satuan Kerja (Kasatker) hingga PPK tidak berada di kantor. Massa aksi akhirnya berorasi di luar pagar sambil diguyur hujan. Dari atas mobil komando, coordinator lapangan, Salim Rumakefin mendesak agar Kepala Balai BWS Maluku, Kasatker, dan PPK segera dicopot.
Salim berujar proyek bendungan senilai Rp2,1 triliun itu digelontorkan melalui dua tahap oleh pemerintah pusat untuk mengairi 10 ribu hektare persawahan dan diklaim bisa menampung air maksimal 50 juta meter kubik. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Bendungan membawa musibah.
Dia meminta Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) segera mengusut proyek Bendungan Waeapo karena diduga terjadi tindak pidana korupsi.
Saat ini, kata dia warga yang mendiami dataran Waeapo masih trauma dan ketakutan usai Bendungan Waeapo jebol.
“Kepala Balai turun dan temui kami, kami berdiskusi di sini, ini masalah umat, umat di sana sengsara, mereka hidup dengan penuh ketakutan karena ada bendungan,”kata Salim dari atas mobil komando.
Ratusan keluarga sempat mengungsi akibat jebolnya Bendungan Waeapo, mereka kehilangan harta benda bahkan menanggung rugi setelah ratusan hektare sawah yang siap panen rusak akibat jebolnya Bendungan Waeapo, pada Jumat (5/7).
Menurut Salim, warga yang tinggal di Waeapo sejak 1970-an belum pernah mengalami banjir. Meski ada tiga sungai di sana, namun ketika hujan sungai tidak meluap.
Banjir bandang baru dirasakan dan termasuk yang terparah selama 2024 setelah jebol Bendungan Waeapo setinggi 27 meter dibangun di atas lahan seluas 444,79 hektare. Luas genangannya mencapai 235,10 hektare.
Setelah orasi selama dua jam, tak satupun pejabat BWS Maluku yang menemui para pedemo. Massa aksi kemudian meninggalkan kantor BWS dan bertolak menuju Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku di Jalan Sultan Hairun hingga Gedung DPRD di Puncak Karang Panjang.
Sejumlah wartawan yang turut meliput aksi unjuk rasa tersebut berusaha meminta penjelasan pihak BWS Maluku, namun mereka menolak untuk diwawancarai.
Bendungan Waeapo di Kabupaten Pulau Buru jebol hingga menenggelamkan rumah-rumah penduduk pada Jumat (5/7). Beberapa daerah yang terdampak yaitu Desa Wamsait, Tambang Gunung Botak, Desa Dafa, Unit R, Unit 11 dan Desa Wagernangan.
Kapolres Pulau Buru AKBP Sulastri membenarkan Bendungan Waeapo jebol. Ia mengatakan luapan banjir menerjang Desa Wamsalit, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru sehingga aktivitas menuju lokasi proyek lumpuh total.
“Ada tanggul yang jebol luapan banjir yang menghubungkan Desa Wansalit ke proyek,”ujarnya, Jumat (5/7).
Sulastri menyebut insiden ini juga memutus akses jalan lintas antar-kabupaten Buru dan Burus Selatan karena longsor.