- Dari ruang rapat sejumlah kantor kementerian di Jakarta, Bupati Seram Bagian Barat (SBB), Asri Arman membawa suara masyarakat Saka Mese Nusa. Diplomasi pembangunan dijalankan dengan data, tekad, dan mimpi besar untuk dermaga, desa, konektivitas hingga pembangunan Sumber Daya Manusia. Ini bukan safari kekuasaan—ini perjuangan yang menjemput keadilan pembangunan.
Oleh: Muhammad Fahrul Kaisuku, Ketua OKK BPC HIPMI SBB
Ambon, GardaMaluku.com– Penghujung Mei 2025 menjadi bulan yang menandai babak penting bagi arah pembangunan Kabupaten Seram Bagian Barat. Di tengah dinamika nasional dan desakan kebutuhan daerah, Bupati SBB Ir. Asri Arman mengambil langkah taktis dengan melakukan rangkaian kunjungan kerja intensif ke sejumlah kementerian di Jakarta. Langkah ini bukan sekadar menjalankan fungsi pemerintahan biasa, melainkan bentuk konkret dari diplomasi pembangunan yang menjemput solusi, bukan menunggu giliran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pertemuan dengan Wakil Menteri Transmigrasi menjadi salah satu momen penting dalam agenda tersebut. Di ruang pertemuan yang hangat namun strategis, Bupati menyampaikan secara langsung kondisi riil masyarakat di kawasan transmigrasi, baik dari sisi potensi maupun persoalan mendasarnya.
Ia tak datang membawa keluhan, melainkan proposal konkret: bagaimana pemerintah pusat bisa memperkuat peran desa-desa di SBB yang berada dalam kawasan transmigrasi agar benar-benar menjadi desa mandiri.
Wakil Menteri merespons positif dengan kesiapan mendukung program-program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Ini bukan janji kosong, melainkan pintu yang mulai terbuka untuk sinergi yang lebih serius antara pusat dan daerah dalam urusan penguatan desa dan kawasan terpencil.
Dalam kesempatan lain, Bupati juga bertemu Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur. Di meja pertemuan, ia mempresentasikan langsung peta jalan pembangunan infrastruktur strategis di SBB.
Fokusnya bukan hanya pembangunan fisik, tetapi memperkuat konektivitas antarwilayah sebagai landasan mobilitas sosial dan ekonomi. Ia menyoroti pentingnya pembangunan dermaga penyeberangan di Huamual dan penguatan pelabuhan Luhu yang lahannya kini telah bersertifikat.
Dalam pembangunan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil seperti di Seram, pelabuhan bukan sekadar tempat bersandarnya kapal, tetapi ruang kehidupan ekonomi yang menyambungkan banyak sektor. Komitmen pemerintah pusat untuk merespons dengan menurunkan tim teknis adalah pertanda bahwa diplomasi yang dibangun Bupati bukan sekadar basa-basi birokrasi.
Agenda lain yang tak kalah strategis adalah pertemuan dengan Dirjen Bina Pemerintahan Desa di Kementerian Dalam Negeri.
Di sini, Bupati memperjuangkan percepatan pencabutan status 11 dusun yang hingga kini belum definitif menjadi desa. Masalah ini selama bertahun-tahun menjadi penghambat akses pembiayaan dan pembangunan berbasis Dana Desa.
Keberanian membawa isu ini ke pusat menunjukkan bahwa pemimpin daerah tidak boleh lagi menunda-nunda penyelesaian struktural yang menyangkut keadilan distribusi anggaran dan pengakuan administratif.
Pemerintah pusat merespons dengan evaluasi teknis dan mendorong percepatan prosesnya—suatu progres yang tidak mungkin terwujud tanpa intervensi langsung dari kepala daerah.
Seluruh rangkaian kunjungan ini menunjukkan pola kepemimpinan baru: aktif, terukur, dan berbasis data. Tidak ada lompatan pembangunan tanpa jembatan komunikasi yang kuat ke pusat.
Dan itu hanya bisa terbangun bila daerah punya inisiatif, keberanian, dan kematangan dalam merumuskan kebutuhan serta merancang langkah-langkahnya. Dalam kondisi fiskal nasional yang ketat, daerah tidak bisa lagi pasif. Justru dengan situasi itulah, diplomasi pembangunan harus dijalankan secara lebih agresif namun elegan.
Sebagai bagian dari generasi muda SBB, saya memandang langkah Bupati Asri Arman ini bukan hanya patut diapresiasi, tapi juga dikawal bersama.
Sebab diplomasi ini hanya akan bermakna bila hasilnya menyentuh langsung masyarakat: jalan yang terbuka, pelabuhan yang berfungsi, desa yang diakui, dan transmigran yang sejahtera.
Kita perlu memastikan bahwa hasil dari kunjungan ini tidak berhenti sebagai dokumentasi kegiatan atau berita semata. Perlu energi kolektif dari masyarakat, terutama pemuda dan mahasiswa, untuk menjaga momentum ini tetap hidup dan produktif.
Dalam banyak hal, kita memang masih jauh dari sempurna. Tapi kunjungan Bupati ke Jakarta adalah sinyal bahwa kita tidak tinggal diam. Kita memilih bergerak. Dan di balik setiap ruang rapat kementerian yang dikunjungi, ada harapan baru yang sedang dibangun—dari ujung timur Indonesia, dari Seram Bagian Barat.***